12/17/2009

Salah dalam Menyikapi Tahun Baru Hijriyah


Sebentar lagi kita akan memasuki tanggal 1 Muharram 1430 H. Seperti kita ketahui bahwa perhitungan awal tahun hijriyah dimulai dari hijrahnya nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena hijrah beliau adalah garis pembatas antara yang hak dan yang batil.
Dalam menghadapi tahun baru hijriyah ini, sebagian kaum muslimin salah dalam menyikapinya. Mereka tidak mau mencukupkan diri dengan ajaran nabi. Padahal Ibnu Mas’ud mengatakan pada kita:
ITTABI’U WA LAA TABTADI’U FAQOD KUFITUM, KULLU BID’ATIN DHOLALAH (Ikutilah ajaran nabi. Janganlah kalian membuat bid’ah. Ajaran Nabi sudah cukup bagi kalian. Ketahuilah bahwa setiap bid’ah adalah sesat).(Diriwayatkan oleh Ath Thobrony).
Beberapa kekeliruan inilah yang kita akan bahas pada posting yang cukup singkat ini. Semoga Allah memudahkan urusan ini.


KEKELIRUAN PERTAMA: Mengamalkan do’a awal dan akhir tahun

Amalan seperti ini sebenarnya tidak ada tuntunannya sama sekali. Amalan ini tidak pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat, tabi’in dan ulama-ulama besar lainnya. Amalan ini juga tidak kita temui pada kitab-kitab hadits atau musnad. Bahkan amalan do’a ini hanyalah karangan para ahli ibadah yang tidak mengerti hadits.
Bahkan yang lebih parah lagi, fadhilah atau keutamaan do’a ini sebenarnya tidak berasal dari wahyu sama sekali, bahkan yang membuat-buat hadits tersebut telah berdusta atas nama Allah dan Rasul-Nya.
Jadi mana mungkin amalan seperti ini diamalkan. Amalan do’a ini termasuk perkara yang harus dijauhi oleh setiap muslim. Karena ingatlah bahwa kita hanya punya satu nabi yang harus diikuti. Jika amalan ini disyariatkan oleh seorang ulama, kyai atau ustadz, maka ketahuilah bahwa setiap perkataan manusia harus kita tolak jika bertentangan dengan ajaran nabi kita. Itu yang harus kita ingat.

KEKELIRUAN KEDUA: Puasa awal dan akhir tahun

Amalan puasa ini juga tidak ada tuntunannya sama sekali. Bahkan hadits yang menjelaskan fadhilah atau keutamaan amalan ini adalah hadits dari para pendusta dan pemalsu hadits, sebagaimana dikatakan oleh Imam Al Fatani dalam Tadzkiratul Maudhu’at.
Jadi, amalan seperti ini tidak perlu diamalkan karena tidak ada tuntunannya.

KEKELIRUAN KETIGA: Merayakan Tahun Baru Hijriyah

Sikap seperti ini dalam menyambut tahun baru hijriyah juga suatu kekeliruan. Perbuatan semacam ini cuma sekedar meniru-niru orang kafir yang merayakan tahun baru masehi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri bersabda pada kita:
MAN TASYABBAHA BIQOUMIN FAHUWA MINHUM. (Barangsiapa yang meniru suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka). (HR. Abu Daud. Syaikhul Islam mengatakan: sanadnya jayid).
Jadi tidak perlu mengadakan pengajian yang dipas-pasin dengan tahun baru hijriyah, untuk memperingati hari tersebut. Begitu pula tidak perlu bersengaja makan-makan, menyalakan lilin atau lampu dari biasanya. Ini semua adalah perbuatan meniru orang Nashrani yang merayakan tahun baru masehi dengan menyalakan lilin, membuat makanan dan bernyanyi ria.
Seorang muslim tidak boleh mengikuti jejak mereka,tidak boleh meniru-niru mereka walaupun dalam hati tidak ada niat meniru mereka. Karena ingatlah bahwa larangan meniru orang kafir tetap berlaku, baik dengan niat mengikuti mereka ataupun tidak. Ingatlah hal ini.
Dan juga perlu diperhatikan bahwa merayakan tahun baru hijriyah tidak pernah dilakukan oleh Abu Bakr, Umar, Utsman, Ali dan sahabat lainnya. Padahal mereka adalah orang yang semangat dalam beramal dan semangat dalam mengikuti ajaran nabi. Namun kenapa mereka tidak melakukan perayaan ini? Karena memang perayaan seperti ini hanya meniru-niru orang kafir dan tidak ada tuntunannya sama sekali.

“LAU KANA KHOIRON LASABAQUNA ILAIH” (Seandainya hal itu baik, tentu mereka, para sahabat akan mendahului kita dalam melakukannya).

“Ikutilah jalan kebenaran, walaupun sedikit orang yang menitinya dan jauhilah jalan kebinasaan, sekalipun banyak orang yang mengikutinya”, itulah untaian kata yang sangat indah dari Fudhail bin Iyadh.

Jadi menghidupkan tahun baru hijriyah bukanlah dengan melakukan hal-hal di atas. Cukuplah nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai contoh kita. Apa yang beliau tidak amalkan, itu juga adalah sunnah (ajaran) beliau dan patut kita contoh.

Menyambut tahun baru hijriyah bukanlah dengan memperingatinya. Namun sudahkah kita mencintai dan menggunakan kalender hijriyah, itulah yang harus kita ingat baik-baik pada saat ini.
Marilah kita menggunakan kalender hijriyah dalam setiap tulisan dan aktifitas kita. Itulah yang mulai dilupakan kaum muslimin di tahun baru ini. Pasti di antara kita tidak tahu sekarang tanggal berapa hijriyah?

Semoga Allah memberi kekuatan di tengah keterasingan.

Salah satu rujukan: Majalah Qiblati edisi 4/III

Penyusun: Muhammad Abduh Tuasikal, ST
sumber : http://rumaysho.wordpress.com/

Read more "Salah dalam Menyikapi Tahun Baru Hijriyah..."

12/03/2009

Bagaimana Asy-Syaikh Muqbil Mendidik Putri Beliau?




Pernah membaca buku Nasehati lin Nisa? Buku yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Nasehatku bagi Para Wanita ini ditulis oleh seorang aalimah (ulama wanita) dari negeri Yaman yang bernama Ummu Abdillah Al-Wadi’iyah. Beliau hafizhahallah adalah putri dari ulama ahlul hadits di masa kita, yaitu Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wad’I rahimahullah.

Ummu Abdillah adalah seorang aalimah yang memiliki banyak keutamaan. Menurut Al-Ustadz Muhammad Barmim dalam biografi Syaikh Muqbil, Ummu Abdillah mengajar di madrasah nisa’ (khusus wanita) dan memiliki beragam karya tulis ilmiyah. Di antaranya:


- Shahihul Musnad fis Syamail Muhammadiyah (tentang kesempurnaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dicetak dalam dua jilid)
- Jamius Shahih fi ilmi wa Fadhlihi (tentang keutamaan ilmu)
- Tahqiq kitab As-Sunnah Ibnu Abi Ashim
- Nasehati lin Nisa
- dan sekarang beliau masih mengerjakan Shahihul Musnad min Sirah Nabawiyah

Yang ingin saya angkat dalam artikel ini adalah bagaimana cara Syaikh mendidik putrinya sehingga tumbuh menjadi seorang aalimah. Tema ini mungkin jarang diangkat karena biasanya yang dipersiapkan sebagai seorang alim atau ulama adalah anak laki-laki saja. Pernahkah kita bercita-cita putri kita menjadi seorang aalimah? Kalau memang ada keinginan tersebut, mungkin kita bisa bercermin terlebih dahulu dengan metodologi Asy-Syaikh dalam mendidik putrinya.

Ummu Abdillah berkisah tentang bagaimana ayahanda beliau –Syaikh Muqbil- mendidik putri-putrinya,

… Ayahanda tidak pernah menyia-nyiakan kami, betapa pun sibuknya beliau. Oleh karena itulah beliau sangat perhatian terhadap kami dalam mempelajari Al-Quran. Beliau selalu menuntun kami dalam membaca Al-Quran. Kadang beliau rekam agar hapalan kami semakin kokoh. Suatu ketika saudari saya menghapal, dan ayahanda sedang berada di perpustakaan. Saudariku tadi mencari beliau, ingin direkamkan hapalannya. Beliau pun meninggalkan risetnya, merekam hapalan saudariku lalu kembali lagi ke perpustakaan.

Begitu kami mengetahui qiraah yang baik, beliau membeli kaset qiraah Syaikh Al-Husari untuk kami. Beliau juga membelikan untuk masing-masing putrinya satu tape recorder tanpa radio. Ini bentuk penjagaan beliau agar kami tidak mendengar nyanyian.

Setelah kami mengerti lebih banyak, kami dibelikan masing-masing sebuah tape recorder dengan radionya, namun beliau tetap memperingatkan kami terhadap nyanyian dengan keras. Dan alhamdulillah, kami menerima peringatan tersebut. Kami tidak mendengarkan nyanyian sama sekali, seiring dengan rasa tidak senang terhadap nyanyian.

Dalam menghapal, beliau memerintahkan kami untuk hanya menggunakan satu mushaf dari satu penerbit karena itu akan membantu memperkokoh hapalan. Kalau beliau melihat di tangan kami ada mushaf yang berbeda, beliau akan memberi peringatan keras dan sangat marah.

Di antara murid beliau ada orang-orang Sudan dan Mesir yang datang beserta istri-istrinya. Di antara istri-istri mereka ada yang mengajar kami dengan diberi imbalan jasa oleh ayah sebagai bentuk perhatian beliau terhadap pendidikan. Dan apabila di buku-buku yang dipergunakan oleh para guru wanita tersebut ada gambar makhluk bernyawanya, beliau memerintahkan kami untuk menghapusnya. Kami pun menghapus gambar-gambar tersebut disertai dengan kebencian yang sangat terhadap gambar-gambar itu.

Lalu setelah itu kami pun diajari ilmu-ilmu syar’i Al Kitab dan As-Sunnah, sehingga kami pun menghafal bersama para guru tersebut dan kami pun hapal beberapa hadits walhamdulillah.

Beliau rahimahullah terkadang bersenang-senang dan bergurau bersama kami, dalam perkara yang diizinkan oleh Allah. Berbeda dengan kebanyakan kaum muslimin –kecuali yang dirahmati oleh Allah- yang bersenang-senang bersama anak-anak mereka dengan televisi, nyanyian, permainan-permainan gila, serta kerusakan lainnya. Padahal nabi kita bersabda, “Kamu sekalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban tentang apa yang dipimpinnya.”

Beliau selalu melarang kami terlalu banyak keluar, dan beliau selalu mengharuskan kami untuk tidak keluar kecuali seizin beliau.

Ini apa yang dijalankan beliau semasa kami kecil.

Ada pun tentang pendidikan kami, beliau sangat ingin kami mendalami agama Allah dan mencari bekal ilmu syar’i. Sebab itulah, beliau mencurahkan kemampuan beliau untuk membantu kami menuntut ilmu dan membuat kami menggunakan kesempatan kami dengan sebaik-baiknya. Beliau selalu menyediakan waktu khusus untuk mendidik kami. Setiap hari kedua, beliau menanyakan pelajaran yang telah lalu. Jika pelajaran itu terlalu berat, maka beliau berikan dengan cara yang jauh lebih ringan.

Di antara pelajaran yang khusus kami pelajari di rumah adalah:
- Qatrun Nada sampai dua kali
- Syarh Ibnu Aqil sampai dua kali juga
- Tadribur Rawi
- Mushilut Thullabi ila Qowaidil I’rab (namun tidak selesai karena beliau sakit)

Majelis beliau senantiasa penuh dengan kebaikan, diskusi, dan pengarahan, sampai pun di atas hidangan makan atau via telepon.

Ketika beliau di Saudi sebelum berangkat ke Jerman, ayahanda mengucapkan salam lewat telepon kepada saya, “Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh”. Saya menjawab tanpa mengucapkan, “Wabarakatuh”. Beliau bertanya (menegur), “Mengapa tidak engkau balas dengan yang lebih utama?” sebagai isyarat pengamalan ayat ke 86 dari surat An-Nisa.

Terkadang beliau sengaja salah memberikan pertanyaan untuk menguji pemahaman kami, sebagaimana itu beliau lakukan juga kepada murid laki-laki. Kadang beliau bertanya tentang soal yang cukup berat, untuk memberikan faedah namun disuguhkan dengan pertanyaan terlebih dahulu. Metode ini pun diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana di dalam hadits Muadz.

Kadang ketika kami menemui kesulitan dalam pelajaran atau riset kami, beliau memerintahkan kami untuk meneruskan riset tersebut, atau beliau mengikuti kami ke perpustakaan dan membantu kami. Inilah yang menyebabkan kami begitu berduka karena kehilangan beliau rahimahullah. Siapa yang akan memperhatikan kami sepeninggal ayahanda?

Beliau selalu mendidik dan mengarahkan kami dengan lemah lembut. Dan dengan karunia Allah, kami tidak terdorong sedikit pun untuk menentang beliau, karena semua itu adalah demi kemaslahatan dan keuntungan kami juga. Semuanya adalah mutiara yang diuntai dengan Al-Kitab dan As-Sunnah.

Di antara yang mengagumkan pada diri beliau adalah tidak pernah kepada kami dalam perkara ijtihad kami yang memiliki sisi pandang lain. Kalau kami sudah memahami suatu masalah yang berbeda dengan pemahaman beliau maka beliau tidak memaksa kami, seperti juga kebiasaan beliau bersama murid-muridnya yang laki-laki. Beliau tidak pernah menekan mereka untuk memahami sesuatu yang masih perlu dipertimbangkan. Ini, sebagaimana para pembaca lihat, adalah kemuliaan yang sangat jarang ditemukan.

Beliau rahimahullah juga memperingatkan kami dari masyarakat, karena masyarakat kami adalah masyarakat yang rusak, bersegera dalam kesesatan dan hal-hal yang tidak berguna, kecuali yang dirahmati Allah.

Beliau juga memperingatkan kami dari sikap sombong. Beliau sangat benci kepada wanita yang sombong terhadap suaminya, beliau mengatakan, “Tidak ada kebaikan wanita yang seperti ini.”

Beliau mendorong kami untuk bersikap zuhud terhadap dunia yang rendah ini. Beliau bimbing kami untuk meniatkan apa yang kami makan dan minum untuk menguatkan kami dalam bertakwa, agar memperoleh pahala dari Allah. Beliau katakan, “Janganlah kamu sibukkan dirimu menyiapkan berbagai hidangan makanan. Apa yang mudah diolah, kita makan.”

Beliau bangkitkan semangat kami. Beliau bukan termasuk orang yang suka meruntuhkan semangat keluarga dan anak-anak perempuannya. Beliau membentuk kami dengan sebaik-baiknya, agar kami mudah dan bersemangat untuk bersungguh-sungguh dalam memperoleh ilmu yang bermanfaat.

Di antara ucapan beliau kepada saya, “Saya berharap agar kamu menjadi wanita yang faqih.” Ya Allah, wujudkanlah harapan ayahanda, duhai Zat yang tidak diharap kecuali kepada-Nya, tempatkanlah beliau di surga firdaus yang tinggi.

(Diringkas dari buku “Secercah Nasehat dan Kehidupan Indah Ayahanda Al-Allamah Muqbil bin Hadi Al-Wadi’I”, terbitan pustaka Al-Haura Jogjakarta).

sumber www.anakmuslim.wordpress.com.


Read more "Bagaimana Asy-Syaikh Muqbil Mendidik Putri Beliau?..."
 

My Facebook



Powered By Blogger

Blog Tricks

Powered By Blogger

Easy Blog Tricks

Powered By Blogger

Great Morning ©  Copyright by Salaf Garden | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks